Dominasi Konsumsi Rumah Tangga di Kota Perdagangan

JAKARTA – Jika melihat PDRB berdasarkan pengeluaran, lebih dari separuh perekonomian “10 Kota Pusat Perdagangan” pada umumnya disumbang oleh konsumsi rumah tangga. Sukabumi menjadi kota dengan kontribusi konsumsi rumah tangga terbesar, yang pada 2021 mencapai 79,8%. Selanjutnya diikuti oleh Kota Pasuruan dan Kota Serang.

Menariknya, hanya Kota Bukittinggi dan Cirebon yang kinerja ekspor bersihnya positif, yaitu Rp303 miliar dan Rp1,8 triliun. Kinerja tersebut menunjukkan bahwa ekspor barang dan jasa di wilayah tersebut lebih tinggi ketimbang impor.

Kondisi ini mengisyaratkan bahwa Bukittinggi dan Cirebon relatif mampu memenuhi kebutuhan domestik dari produksi dalam wilayah sendiri. Delapan kota lain justru sebaliknya. Kebutuhan barang dan jasa lebih banyak didatangkan dari wilayah lain, baik dari dalam maupun luar negeri.

Kecuali Pekanbaru, semua kota pusat perdagangan memiliki pengeluaran konsumsi rumah tangga yang paling besar dalam kontribusi PDRB. Pekanbaru yang pembentukan modal tetap domestik bruto mencapai Rp105 triliun menunjukkan banyaknya arus modal yang datang ke kota ini.

 

Pengeluaran Tinggi, Upah Bisa Saja Rendah

Penduduk yang berdomisili di 10 kota yang perekonomiannya ditopang oleh sektor perdagangan pada umumnya lebih tajir atau memiliki kemampuan ekonomi lebih baik dibandingkan rata-rata penduduk di provinsi acuan masing-masing. Ini jika dilihat dari pengeluaran per kapita, setidaknya pada 2021.

Kota Malang misalnya, rata-rata pengeluaran per kapita penduduknya pada 2021 sebesar Rp16,7 juta per tahun. Jumlah itu setara dengan 142,3% dari rata-rata pengeluaran setiap penduduk di Provinsi Jawa Timur sebagai provinsi acuan.

Secara umum, masyarakat di Kota Malang menghabiskan sebagian besar pengeluarannya, yaitu sekitar 54,0% untuk belanja non makanan. Ini mengisyaratkan bahwa tingkat konsumsi masyarakat di kota ini sangat tinggi, walaupun upah minimum di daerah tersebut tidak lebih besar dibandingkan daerah lainnya.

Untuk pengeluaran non makanan, masyarakat di seluruh daerah dalam “10 Kota Pusat Perdagangan” rata-rata lebih tinggi dibandingkan provinsi acuan, kecuali Kota Serang. Masyarakat di kota ini menghabiskan 42,0% pengeluarannya untuk belanja non makanan. Namun, rata-rata warga di provinsi acuan, yakni Provinsi Banten, justru lebih tinggi, yakni mencapai 44,0%.

Kendati demikian, dari 10 kota tersebut, upah minimum tertinggi ada di Kota Serang. Setiap bulan, para pekerja di kota ini minimal memiliki pendapatan Rp3,8 juta. Sementara di provinsi acuannya hanya Rp2,5 juta.

Download Edisi White Paper

Pusat Perdagangan Tumbuh di Jawa dan Sumatera

Artikel sebelumnya

Pengangguran dan Partisipasi Perempuan di Kota Perdagangan

Artikel selanjutnya

Baca Juga