Bisnis Gendut Kopi Sachet

JAKARTA — Kemasan boleh kecil, tapi nilai bisnisnya luar biasa gemuk. Pada 2023, nilai penjualan kopi instan, atau biasa disebut sebagai kopi sachet, diperkirakan mencapai Rp18 triliun lebih. Sungguh jumlah yang kolosal.

Taksiran ini dihitung dari hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional 2023 yang merinci pengeluaran kopi sachet di setiap kabupaten/kota di Indonesia. Nilainya mencapai Rp1.303 per kapita per minggu.

Kopi dalam ukuran sachet (lazimnya dengan berat 20 gram) masih tergolong “barang baru” dalam pasar kopi Indonesia, setidaknya jika dibandingkan dengan kopi bubuk yang sudah lebih lama beredar. Hingga awal 1980an, pasar kopi kita hanya mengenal satu produk kopi instan: Nescafe.

Seiring dengan perkembangan teknologi kemasan, kemudian muncul Coffemix (produksi Indocafe), yang belakangan disusul Kapal Api (dari Santos Jaya Abadi, perusahaan yang juga membuat Good Day dan ABC), Torabika (Mayora), Top Kopi (Wings Group), serta Kopi Gajah (Djarum Group).

Kini, hampir semua produsen kopi raksasa merambah kemasan sachet. Bahkan, pabrikan kopi lokal yang hanya beredar di wilayah tertentu, seperti Liong Bulan dan Kupu-Kupu, juga tak mau ketinggalan.

Ketimbang kopi bubuk kemasan besar, kopi sachet memang punya banyak kelebihan. Harganya ekonomis, terjangkau semua kalangan.

Ukuran yang kecil membuatnya praktis dibawa ke mana-mana. Bisa ditenteng sebagai bekal ke kantor atau travelling. Kopi instan juga lebih hygienis karena hanya dipakai untuk sekali seduh.

Selain itu, kopi sachet mengakomodasi kebutuhan konsumen untuk berhemat. Pelanggan dapat membeli kopi sesuai anggaran dan kebutuhan, serta mengurangi kemungkinan produk terbuang sia-sia.

Bagi produsen, kemasan sachet merupakan peluang diversifikasi produk yang pasarnya terus membesar. Dengan teknologi kemasan yang kian efisien dan penetrasi pasar eceran yang kuat, kopi instan dapat menjala margin yang lebih besar.

Kemasan sachet juga mudah dibagikan sebagai sampel gratis, cocok untuk memperkenalkan produk baru kepada konsumen.

Dengan berbagai keunggulan itu, popularitas kopi sachet kini melesat jauh mengungguli kopi bubuk kemasan besar.

Menurut Susenas 2023, konsumsi kopi bubuk rumah tangga Indonesia hanya Rp922,3 miliar per bulan, atau 60% dari kopi sachet.

Penggemar kopi sachet dan kopi bubuk

Jawa Barat merupakan pasar terbesar kopi instan. Di wilayah ini, penjualannya mencapai Rp640 miliar per bulan, jauh lebih tinggi dari dua daerah di bawahnya, yaitu Jawa Tengah (Rp176 miliar) dan Jawa Timur (Rp142 miliar).

Sementara kopi bubuk digemari warga Jawa Timur, dengan konsumsi hingga Rp192 miliar per bulan, disusul oleh Jawa Tengah (Rp84 miliar).

Dua provinsi penghasil kopi terbesar di Indonesia, yaitu Lampung dan Sumatera Selatan, berada di peringkat ketiga dan keempat dengan nilai konsumsi masing-masing Rp59 miliar dan Rp52 miliar per bulan.

Jika dihitung secara per kapita, tak ada satupun kabupaten/kota di Pulau Jawa yang masuk peringkat 10 konsumsen terbesar kopi bubuk.

Peringkat teratas konsumsi kopi bubuk diduduki Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah, yang mengonsumsi 1,06 ons kopi bubuk per kapita per minggu.

Sejumlah daerah di wilayah Nusa Tenggara Timur juga tercatat menjadi penggemar kopi bubuk. Ada lima kabupaten yang masuk daftar 10 besar, yaitu Manggarai Timur, Manggarai, Ngada, Manggarai Barat, dan Timor Tengah Utara.

 

Pamor Mobil Listrik Meroket

Artikel sebelumnya

Manisnya Impor Gula Pasir

Artikel selanjutnya

Baca Juga