JAKARTA – Pertumbuhan ekonomi Maluku Utara pada tahun lalu merupakan yang tertinggi, setidaknya dalam 11 tahun terakhir (2011-2021). Dalam periode tersebut, inilah kali pertama produk domestik bruto (PDB) Maluku Utara tumbuh dua digit alias belasan persen, yaitu 16,4% (year on year/yoy).
Provinsi dengan beragam julukan, seperti Negeri Rempah-rempah atau Moloku Kie Raha -Kesultanan Empat Gunung di Maluku- ini memiliki kinerja perekonomian terbaik di Indonesia pada 2021. Industri pengolahan memberikan andil besar dalam menyokong perekonomian provinsi itu selama pandemi. Pada 2020, ekonomi Maluku Utara mampu tumbuh 60,7% (yoy), kemudian mencapai 79,5% (yoy) di 2021.
Sektor pertambangan dan penggalian juga tumbuh melesat pada 2021, yaitu 53,4% (yoy). Tahun sebelumnya pun mencapai 9,9%.
Kinerja industri pengolahan tak lepas dari beroperasinya sejumlah smelter logam, seperti nikel dan tembaga. Sebut saja smelter pengolahan tembaga PT Indonesia Weda Bay Industri Park di Halmahera Tengah dan smelter pengolahan nikel, Halmahera Persada Lygend di Pulau Obi, Halmahera Selatan.
Harga nikel yang melonjak di pasar dunia, dari US$8.299 per metrik ton pada Februari 2016 hingga menyentuh US$20.016 pada Desember 2021, ikut berkontribusi terhadap perekonomian Maluku Utara. Menurut data Bank Dunia, kenaikan harga juga terjadi pada tembaga yang menyentuh US$9.551 per metrik ton.
Gairah pertambangan dan smelter mendorong terjadinya pergeseran (shifting) secara struktural dalam perekonomian Maluku Utara. Posisi sektor pertanian yang sebelumnya menjadi penyokong utama diambil alih oleh industri pengolahan serta pertambangan dan penggalian. Selama satu dekade terakhir sebelumnya, ratarata kontribusi sektor pertanian 24,5%. Namun pada 2021, kontribusinya menciut menjadi 18% saja.
Sementara kontribusi sektor pengolahan melonjak jadi 20,4% pada 2021, dari 11,5% di tahun sebelumnya. Padahal, dalam rentang 2010-2019, rata-rata sumbangannya hanya 5,8%. Industri logam dasar tumbuh 144% (yoy) pada 2020. Porsinya pun melonjak jadi 8,3% terhadap total industri pengolahan, dari 3,4% pada tahun sebelumnya.
Demikian pula dengan sektor pertambangan dan penggalian. Kontribusinya bagi perekonomian Maluku Utara mencapai 14,7% pada 2021, dari rata-rata 11% selama 10 tahun terakhir. Sektor perdagangan dan administrasi pemerintahan merupakan penopang utama kedua dan ketiga dalam ekonomi Maluku Utara. Sebelumnya, porsi keduanya selalu berkisar 15-17%. Namun pada 2021 perannya menyusut, masing-masing hanya 13,3% dan 12,2%.
Peningkatan kinerja industri pengolahan serta pertambangan dan penggalian turut mendorong kinerja ekonomi di sisi pengeluaran, terutama komponen ekspor. Pada 2021, ekspor nikel mencapai US$136 juta dan ekspor besi dan baja US$596 juta, masing-masing mencakup 22,9% dan 77,1% dari total ekspor Maluku Utara.
Pertumbuhan ekspor pada 2021 memang melesat, yaitu 243,5%. Namun ekspor hanya kontributor keempat terbesar bagi perekonomian Maluku Utara dari sisi pengeluaran. Sepanjang 10 tahun terakhir, rata-rata kontribusinya 28%.
Kontributor terbesar dari sisi pengeluaran masih konsumsi rumah tangga, dengan rata-rata mencapai 55,4% selama satu dekade terakhir. Namun pada 2021, pertumbuhannya hanya 3% (yoy). Komponen investasi yang tercermin dari pembentukan modal tetap bruto (PMTB) juga hanya mampu tumbuh 1% (yoy). Padahal, rata-rata kontribusinya merupakan yang terbesar kedua, yaitu 32,5%. Tanpa dukungan ekspor, boleh jadi kinerja ekonomi Maluku Utara pun loyo.