JAKARTA – Kinerja ekspor yang tumbuh positif itu membuat neraca perdagangan Indonesia surplus. Bahkan selama 37 bulan berturut-turut atau sejak Mei 2020. Surplus perdagangan tertinggi terjadi pada April 2022, dengan nilai sekitar US$8 miliar. Sedangkan pencapaian ekspor tertinggi selama 14 tahun terakhir dibukukan pada empat bulan kemudian. Tepatnya pada Agustus 2022, yakni mencapai US$28 miliar.
Naiknya ekspor selama pandemi COVID-19 ini ditopang oleh melambungnya harga-harga komoditas andalan ekspor Indonesia, dari ekspor batu bara, minyak dan gas, sampai ekspor barang- barang non migas. Kenaikan harga komoditas yang mendongkrak pertumbuhan ekspor ini acap kali disebut sebagai “pesta durian runtuh.”
Perlahan tapi pasti, Cina akhirnya menjadi negara yang paling banyak menyerap barang ekspor Indonesia. Pada periode 1990-2005, posisi Cina masih ada di urutan kelima. Setelah 15 tahun itu, Negara Tirai Bambu itu mulai menggeser Singapura dan Korea Selatan, sehingga bertengger di posisi ketiga pada 2006-2010.
Selanjutnya, giliran Amerika Serikat yang dipaksa turun peringkat. Cina ambil alih urutan nomor dua. Kini, sejak 2016, Cina pun menggeser Jepang yang selama 25 tahun terakhir (1990-2015) tercatat sebagai pasar ekspor paling besar untuk barang- barang asal Indonesia.
Selama 22 tahun, dinamika negara-negara tujuan utama ekspor Indonesia mengalami perubahan. Era 1990-2005 misalnya, bisa disebut sebagai era “Status Quo,” ketika urutan lima besar negara- negara tujuan ekspor bahkan tidak berubah. Jepang, Amerika Serikat dan Singapura sebagai tiga teratas. Korea Selatan dan Cina menyusul pada posisi empat dan lima.
Pada tahun-tahun berikutnya, posisi lima besar mulai berganti. Jepang sempat mempertahankan posisi sebagai negara tujuan ekspor terbesar Indonesia hingga 2015. Tapi kemudian posisinya tergeser oleh China. Sementara Amerika Serikat yang berada di peringkat kedua hanya mampu bertahan hingga 2010, sebelum digeser oleh –lagi- lagi, Cina. Kini pasar ekspor Eropa kian berkurang, tetapi ada peluang-peluang baru di pasar Asia.
Selama 30 tahun terakhir, ekspor bahan bakar mineral menjadi sumber pendapatan utama Indonesia dari ekspor komoditas. Batu bara, minyak bumi dan gas termasuk dalam kelompok HS 27 yaitu bahan bakar mineral.
Pergerakan lemak dan minyak hewani/nabati yang di dalamnya ada minyak sawit mentah atau Crude Palm Oil (CPO), terus merangkak naik. Sejak 2006-2010, posisinya selalu ada di peringkat kedua dalam daftar 10 komoditas utama ekspor Indonesia.
Bijih logam terak dan abu yang selama 1990-2015 masuk dalam 10 besar komoditas ekspor, keluar dari daftar untuk periode 2016-2020 seiring dengan diterapkannya larangan ekspor bahan tambang mentah. Termasuk dalam kategori bijih logam, terak dan abu adalah bijih nikel, bijih besi, bijih tembaga dan bahan tambang mentah lainnya.