JAKARTA – Provinsi Papua dan Papua Barat memang berdampingan. Karakter sumber daya dua wilayah itu boleh jadi tak jauh beda. Namun kinerja ekonominya justru bertolak belakang, setidaknya terlihat nyata pada 2021. Pertumbuhan ekonomi Papua yang 15,1% (yoy), tertinggi setelah Maluku Utara dibandingkan provinsi lain. Sebaliknya Papua Barat, justru berada nomor dua paling bawah setelah Bali.
Papua Barat mestinya patut mendapat perhatian lebih, mengingat wilayah ini telah mendeklarasikan diri sebagai “Provinsi Konservasi”. Peraturan Daerah Khusus sudah diterbitkan pada 2019 tentang rencana pembangunan berkelanjutan untuk mendukung komitmen sebagai kawasan konservasi.
Secara keseluruhan, data Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyebutkan, kawasan konservasi di Papua Barat telah mencapai 4,53 juta hektare. Seluas 65% di antaranya telah ditetapkan KKP, 32% oleh Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup dan sisanya melalui ketetapan pemerintah daerah.
Kini, Papua Barat sedang tersuruk. Padahal sebelum pandemi, kondisi perekonomiannya, terutama jika dihitung tanpa komponen migas, selalu tumbuh lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi nasional dan tetangganya, Provinsi Papua. Pertumbuhan ekonomi Papua Barat juga terlihat lebih stabil dibandingkan Papua. Namun sejak krisis akibat pandemi Covid-19 pada 2020 hingga awal pemulihan di tahun berikutnya, kondisi perekonomian Papua Barat belum beranjak membaik. Jauh tertinggal dibandingkan Papua, yang ternyata didorong kencang oleh minyak dan gas (migas).
Pertumbuhan ekonomi Papua dengan migas mencapai 15,1% dibandingkan tahun sebelumnya (yoy), namun jika tanpa migas, hanya tumbuh 2,49%. Data ini menunjukkan bahwa sandaran utama ekonomi Papua, seperti ditunjukkan oleh data Badan Pusat Statistik (BPS) adalah pertambangan dan penggalian yang kontribusinya mencapai 36,8%, sehingga ketika sektor usaha tersebut tumbuh tinggi, langsung mengerek perekonomian wilayah.
Sebaliknya, ekonomi Papua Barat lebih banyak bertumpu pada industri pengolahan. Kontribusinya terhadap total perekonomian wilayah tersebut pada 2021 mencapai 25,3%. Sektor pertambangan dan penggalian menjadi kontributor terbesar kedua, yaitu mencapai 17,7%. Sektor penopang lainnya: konstruksi (14,8%), pertanian (10,9%) dan administrasi pemerintahan (10,9%).
Kinerja sektor industri pengolahan dan konstruksi di Papua Barat pada 2021 masih terkontraksi, masing-masing 2,3% (yoy) dan 2,9% (yoy). Sementara sektor pertambangan yang memiliki kontribusi kedua tertinggi, hanya tumbuh tipis, yakni 0,54%, sehingga tidak cukup energi untuk mendorong perekonomian Papua Barat tumbuh positif.
Dari sisi pengeluaran, kinerja sektor konsumsi pemerintah dan investasi atau pembentukan modal tetap bruto (PMTB) masing-masing menyusut 3,9% (yoy) dan 0,8% (yoy). Padahal kontribusi keduanya termasuk tiga besar dalam menopang perekonomian Papua Barat, selain konsumsi rumah tangga yang hanya tumbuh 2,8% (yoy). Akibatnya, pertumbuhan ekonomi Papua Barat belum mampu tumbuh positif pada tahun 2021.