Beban Berat Anggaran Daerah

JAKARTA – Pada 30 Juni 2022, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) resmi mengesahkan lahirnya tiga provinsi baru melalui penetapan undangundang tentang pembentukan: Provinsi Papua Selatan, Papua Tengah dan Papua
Pegunungan.

Ibukota masing-masing provinsi juga telah ditentukan. Provinsi Papua Selatan dengan ibukota Merauke, Nabire untuk Provinsi Papua Tengah, dan Jaya Wijaya untuk Provinsi Papua Pegunungan. Dengan disahkannya daerah otonomi baru ini, Indonesia pun memiliki 37 provinsi.

Dengan terbentuknya tiga provinsi baru pemerintah harus mengalokasikan tambahan dana alokasi umum (DAU). Dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tersebut memang disediakan dalam rangka desentralisasi dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antardaerah.

Pada tahun lalu, menurut Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP), realisasi DAU mencapai Rp377,8 triliun. Sedangkan tahun ini dianggarkan sekitar Rp378,0 triliun untuk 37 provinsi, 416 kabupaten dan 98 kota. Dalam catatan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), sebagian besar atau 88,1% atau 443 dari 503 pemerintah daerah yang dikaji, masuk kategori “Belum Mandiri”. Laporan itu termuat dalam reviu Indeks Kemandirian Fiskal (IKF) Tahun 2021.

Kemandirian fiskal mengukur kemampuan daerah untuk membiayai sendiri kegiatan pemerintahannya tanpa tergantung bantuan dari luar, termasuk pemerintah pusat. Indeks Kemandirian Fiskal yang dikeluarkan BPK merujuk tulisan “Federalism and Fiscal Balance” yang ditulis oleh J.S.H Hunter pada 1977. BPK membagi kriteria kemandirian fiskal menjadi “Sangat Mandiri“,“Mandiri“,“Menuju Mandiri“ dan “Belum Mandiri“.

Badan Pusat Statistik (BPS) juga mengeluarkan indikator yang mirip namun dengan nama berbeda. Perhitungannya lebih sederhana, yaitu rasio pendapatan asli daerah (PAD) terhadap anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD). Hasil analisisnya: tingkat kemandirian daerah diberi nilai “Rendah Sekali” jika rasionya 0-25%, “Rendah” (25-50%), “Sedang” (50-55%) dan “Tinggi” (>75%). Semakin rendah tingkat kemandirian suatu daerah, maka campur tangan pemerintah pusat dari sisi fiskal atau anggaran semakin besar.

Penilaian Datanesia dalam tulisan ini mengacu pada perhitungan BPS. Mengingat APBD mengandung dua hal: belanja dan penerimaan, maka yang digunakan adalah rasio antara PAD terhadap penerimaan daerah. Sumber datanya merupakan realisasi APBN yang dipublikasikan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan, Kementerian Keuangan.

Mengacu pada formula tersebut, rata-rata tingkat kemandirian kabupaten/kota di Indonesia masuk kategori “Rendah”. Rata-rata rasio PAD terhadap total pendapatan daerah hanya 25,7% pada 2021, sehingga mendekati kategori “Sangat Rendah”. Dengan begitu, 514 kabupaten/kota masih bergantung kucuran dana dari pemerintah pusat, yang porsinya sekitar 66,0%.

Data yang dikeluarkan oleh Kementerian Keuangan tersebut memperlihatkan tingginya ketergantungan daerah pada transfer dana dari pemerintah pusat. Sekadar berandai-andai, jika keran transfer ditutup, maka kegiatan pemerintah daerah berpotensi berhenti.

Hingga saat ini, komposisi pengeluaran daerah yang paling besar adalah belanja pegawai. Menurut Kementerian Keuangan, belanja pegawai merupakan kompensasi dalam bentuk uang maupun barang yang diberikan kepada pegawai negeri, pejabat negara, dan pensiunan serta pegawai honorer yang akan diangkat sebagai pegawai.

Pada 2021, Kementerian Keuangan mencatat porsi belanja pegawai oleh pemerintah daerah mencapai Rp367,5 triliun atau 33,8% dari total belanja daerah yang sebesar Rp1.088,6 triliun. Porsi terbesar kedua adalah belanja barang dan jasa. Selanjutnya belanja modal dan belanja lainnya.

Download Edisi White Paper

Defisit Elpiji di Lumbung Gas

Artikel sebelumnya

Badung Paling Mandiri, Waropen Andalkan Pusat

Artikel selanjutnya

Baca Juga