JAKARTA – Industri logam dasar menjadi sub-sektor industri pengolahan dengan pertumbuhan tertinggi. Dalam lima tahun terakhir (2017-2021), rata-rata pertumbuhan tahunan sub-sektor tersebut mencapai 7,0% per tahun.
Pencapaian itu, antara lain didukung oleh kebijakan pemerintah yang fokus pada pembangunan infrastruktur. Tingkat permintaan terhadap produk dari sub-sektor logam dasar ikut terdorong. Kebijakan lain yang berpihak terhadap industri ikut menopang kinerja tersebut, seperti adanya pembebasan pajak penghasilan atas barang mewah untuk industri otomotif pada 2021. Gairah sektor otomotif tersebut telah mendorong kebutuhan baja nasional.
Tak kalah pentingnya adalah intervensi pemerintah terhadap pembatasan pasokan baja impor. Istilahnya, pengaturan untuk menjaga keseimbangan tingkat pasokan dan permintaan. Kebijakan ini turut mendorong hasil produksi baja nasional makin laris.
Selain sub-sektor logam dasar yang secara rata-rata tumbuh tinggi, ada juga industri farmasi maupun tekstil dan pakaian jadi. Untuk sub-sektor tekstil, kinerjanya pada 2020 terbenam akibat pandemi Covid-19, sehingga menyusut 8,9%. Namun pada tahun berikutnya masihberlanjut dengan kontraksi 4,1%.
Kinerja sub-sektor industri pengolahan yang terburuk terjadi pada sub-sektor batu bara serta pengilangan minyak dan gas bumi. Sepanjang 2017-2021, setiap tahun kinerjanya rata-rata menyusut 1,5%, walaupun tumbuh positif pada 2021.
Perkembangan pahit dari sub-sektor pengolahan tersebut memberikan sinyal tidak berjalannya pengolahan di dalam negeri, walaupun Indonesia memiliki bahan baku memadai untuk batu bara, minyak dan gas. Ditambah lagi, harga komoditas-komoditas tersebut sedang
melonjak di pasar ekspor.
Rupanya ekspor bahan mentah masih menjadi pilihan hingga saat ini, karena kemampuan tumbuhnya tak sampai 1% setiap tahun, setidaknya dalam lima tahun terakhir. Cara kerja sektor batu bara memang tak asing: keruk, angkut, terus kapalkan ke konsumen. Pada umumnya, tanpa pengolahan.
Untuk minyak, Indonesia telah menjadi net importir sejak 2008. Jumlah yang dibeli dari luar negeri lebih tinggi dibandingkan ekspor. Bahkan untuk bahan bakar minyak atau minyak olahan, Indonesia harus impor dari Singapura. Negara tetangga itu menguasai pangsa pasar minyak olahan impor Indonesia.
Singapura memang tidak memiliki minyak mentah yang menjadi bahan baku minyak olahan. Bahkan negara tersebut tercatat sebagai konsumen minyak mentah Indonesia. Namun, setidaknya ada dua raksasa perusahaan migas yang mengoperasikan kilang di negara tersebut, yakni Shell dan ExxonMobil. Hasilnya, dikirim kembali ke Indonesia.