JAKARTA – Siapa yang tak kenal vetsin, mecin, micin, atau MSG (monosodium glutamate)? Mayoritas warga Indonesia sepertinya pernah mencicipi masakan yang mengandung bumbu hasil fermentasi ekstrak tetes tebu, bit gula, atau molase tersebut.
Vetsin bukanlah penyedap yang memberikan citarasa baru pada masakan. Bumbu ini lebih berperan sebagai penguat rasa makanan, membuatnya lebih gurih (umami). Oleh karena itu ia banyak digunakan juru masak dari segala lapisan, mulai dari dapur rumah tangga hingga restoran ternama.
Namun konsumsi vetsin terus menimbulkan pro dan kontra. Tak sedikit ilmuwan yang menerbitkan hasil riset soal bahaya konsumsi MSG bagi kesehatan, khususnya terhadap anak. Tetapi banyak pula yang menyatakan bumbu tersebut tidak berbahaya selama tak dikonsumsi berlebihan.
Penelitian yang dilakukan Federasi Masyarakat Amerika untuk Biologi Eksperimental (FASEB) pada tahun 1990-an menemukan bahwa MSG aman dikonsumsi. Efek buruk yang dirasakan sejumlah konsumen hanya bersifat ringan dan berlangsung singkat, serta baru terjadi jika MSG dikonsumsi berlebihan (lebih dari 3 gram sekali makan).
Badan Kesehatan Dunia (WHO) menetapkan asupan harian MSG yang dapat diterima tubuh manusia adalah 0-120 mg per kilogram berat badan. Kira-kira, kalau berat badan 50 kilogram, batas maksimum asupan vetsin sekitar 6 gr. Kementerian Kesehatan (Kemenkes) merekomendasikan batas lebih rendah, yakni 5 gram per hari tanpa menyebut ukuran berat badan.
Mengacu pada standar tersebut, konsumsi penyedap rasa masyarakat Indonesia masih dalam batas aman. Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Maret 2023 yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik menyebutkan, rata-rata konsumsi vetsin di Indonesia 7,4 gram/kapita/minggu atau 1,06 gram/kapita/hari. Masih jauh di bawah batas aman konsumsi yang direkomendasikan WHO dan Kemenkes.
Kendati demikian, ada sedikit daerah yang sudah harus “lampu merah” untuk konsumsi vetsin, yakni Kabupaten Puncak di Papua Tengah. Di wilayah ini, asupan vetsin setiap penduduknya rata-rata 46,9 gram/pekan atau 6,7 gram/kapita/hari. Sudah melewati batas aman yang ditetapkan Kemenkes dan WHO.
Warga Papua tampaknya memiliki kecintaan tersendiri terhadap vetsin. Sebanyak 6 dari 8 kabupaten/kota dengan konsumsi vetsin per kapita tertinggi ada di kawasan paling timur Indonesia tersebut.
Bisnis besar vetsin
Vetsin, yang ditemukan ahli kimia Jepang Kikunae Ikeda pada tahun 1908, telah berkembang menjadi bisnis besar di dunia.
Menurut data Research and Markets, penjualannya di seluruh dunia mencapai US$7,58 miliar (Rp121,6 triliun) pada tahun 2023. Untuk tahun yang sedang berjalan ini, diperkirakan menjadi US$8,01 miliar (Rp124,9 triliun).
Di Indonesia saja, mengutip data Susenas Maret 2023, nilai konsumsi vetsin di 34 provinsi mencapai Rp542,4 miliar per bulan atau sekitar Rp6,5 triliun setahun
Penjualan terbesar vetsin di Indonesia tampak terjadi di provinsi dengan populasi terbanyak, seperti Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Hal itu bisa menjadi penanda bahwa vetsin memang digemari banyak orang.