JAKARTA – Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tengah (Sulteng) pada 2021 merupakan kedua tertinggi –setelah Maluku Utara- di Indonesia. Pencapaiannya yang 11,7% lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya, sementara ekonomi nasional hanya 3,7%.
Secara umum, setidaknya dalam satu dekade terakhir, kinerja perekonomian Sulteng jauh lebih baik dibandingkan nasional. Ini mengindikasikan bahwa provinsi di Pulau Sulawesi itu ikut memberikan kontribusi bagi perekonomian nasional.
Kendati demikian, dari sisi sektor usaha, masih banyak yang belum kembali seperti kondisi normal, yaitu sebelum pandemi Covid-19. Sektor yang kinerjanya telah di atas kondisi normal, antara lain penyediaan akomodasi dan makan minum tumbuh 13,5%, jauh melebihi rata-rata pertumbuhannya sepanjang 2011-2019 yang 6,6% (yoy).
Begitu pun dengan sektor konstruksi yang tumbuh tertinggi kedua setelah sektor industri pengolahan, yakni 16,9% (yoy). Angka tersebut lebih tinggi dari rata-rata pertumbuhan sebelum pandemi, yaitu 11,5%. Fenomena yang sama juga terjadi di sektor perdagangan serta jasa keuangan dan asuransi.
Sektor-sektor yang menjadi penopang utama ekonomi Sulteng belum sepenuhnya pulih kembali ke kondisi sebelum terjadinya pandemi. Industri pengolahan misalnya, walaupun tumbuh tertinggi pada 2021 hingga mencapai 19,6% (yoy), namun masih di bawah rata-rata sebelum pandemi (2011- 2019) yang 19,8%. Padahal, sektor ini memiliki kontribusi terbesar terhadap perekonomian Sulteng, yaitu 33,8% pada 2021.
Sektor pertambangan dan penggalian sebagai penyumbang ketiga terbesar dengan kontribusi 14,1% hanya mampu tumbuh 12,3% (yoy), jauh di bawah rata-rata sebelum pandemi yang mencapai 18,3% (yoy). Fenomena ini mengindikasikan adanya peluang pergeseran (shifting) dari sektor-sektor utama ke sektor-sektor pertumbuhan yang baru.
Fenomena pergeseran ini dalam jangka panjang tentu patut diwaspadai. Sektor-sektor yang tumbuh tinggi, bahkan melampaui rata-rata periode sebelum pandemi, kontribusinya terhadap perekonomian wilayah tidak besar.
Sebut saja sektor konstruksi yang hanya menyumbang 9,6% terhadap perekonomian Sulteng, namun pertumbuhannya pada 2021 mencapai 16,9%. Begitu pun dengan sektor penyediaan akomodasi dan makan minum; perdagangan; serta jasa keuangan dan asuransi: kontribusi kecil, namun pertumbuhan tinggi.
Anomali juga terjadi dari sisi pengeluaran, terutama pada komponen konsumsi rumah tangga yang pada 2017 menyumbang hampir separuh perekonomian Sulteng, yakni 49,6%. Namun pada 2021 kontribusinya hanya 33,0%. Bahkan pertumbuhannya pun rendah, yaitu 2,7% (yoy).
Padahal, jika melihat perkembangan di sektor penyediaan akomodasi dan makan minum serta sektor perdagangan, paling tidak seharusnya juga diiringi dengan peningkatan pada komponen konsumsi rumah tangga. Faktanya justru tak beriringan.