JAKARTA – Selama lima tahun terakhir, jumlah perusahaan pinjol yang resmi terdaftar pada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyusut dari 164 perusahaan (Desember 2019) menjadi hanya 98 perusahaan (Juli 2024) atau merosot 40%. Penyusutan ini disebabkan karena perusahaan pinjol dicabut izinnya atau ditutup oleh OJK.
Meski jumlah penyedia jasanya melorot, dari sisi total pinjaman, outstanding pinjol melesat lima kali lipat lebih, dari semula Rp13,2 triliun (Desember 2019) menjadi Rp69,4 triliun (Juli 2024). Sebagian besar (92%) pinjaman mengalir ke rekening perorangan, hanya sebagian kecil yang masuk ke badan usaha mikro, kecil, menengah (UMKM) dan non-UMKM.
Lonjakan pinjaman masyarakat kepada perusahaan pinjol terjadi pada 2021, di masa pandemi Covid, ketika outstanding pinjol mencapai Rp29,9 triliun, atau meningkat 95% dari tahun sebelumnya.
Selama tiga tahun terakhir, tingkat pinjaman macet (biasa disebut: wanprestasi lebih dari 90 hari) cenderung meningkat. Pada akhir 2021, pinjaman macet mencapai 2,3%dari total pinjaman, kemudian naik menjadi 2,8% di tahun berikutnya, dan 2,9% pada akhir 2023. Pada Juli 2024, tingkat pinjaman macet turun menjadi 2,5%.
Meski OJK telah memasang sejumlah rambu, misalnya dengan membatasi suku bunga dan denda, serta mengatur tata cara dan etika penagihan, namun korban pinjol terus berjatuhan. Laporan penagihan yang disertai ancaman, intimidasi, dan teror, terus bermunculan. Beberapa kali tersiar kabar adanya kekerasan fisik maupun verbal terhadap konsumen — bahkan sampai ada pelanggan yang bunuh diri lantaran tak mampu menahan teror debt collector.
Laporan pengaduan terhadap perilaku pengelola pinjol terus membanjir. Sejak membuka pos pengaduan enam tahun lalu, LBH Jakarta telah menerima 1330 pengaduan korban pinjol dari 25 provinsi di Indonesia.
Repotnya, pinjol kini mulai menjangkau kalangan remaja, mereka yang usianya kurang dari 19 tahun. Kelompok ini baru dua tahun memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP), yang menjadi salah satu syarat pembukaan rekening pinjaman. Hingga Juli 2024, kalangan remaja memiliki 120.800 rekening pinjol aktif, dengan posisi pinjaman mencapai Rp253 miliar –atau rata-rata Rp2,1 juta pinjaman per rekening.
Sejak Juni 2021, jumlah rekening aktif dan outstanding pinjaman kelompok perempuan mulai menyalip laki-laki. Kala itu, nilai pinjaman perempuan mencapai Rp10,2 triliun dari 12,6 juta rekening (rata-rata pinjaman Rp810.000 per rekening), sedangkan laki-laki Rp9,6 triliun untuk 10,3 juta rekening (Rp930.000 per rekening).
Dari sisi besarnya nilai pinjaman per rekening, DKI Jakarta menempati urutan pertama dengan rata-rata pinjaman Rp5,2 juta per rekening, Sulawesi Tenggara (Rp4,7 juta), Sulawesi Barat (Rp4,1 juta), dan Banten (Rp4,1 juta). Namun secara kumulatif, Jawa Barat menjadi daerah penyerap pinjol terbesar, dengan menghimpun Rp18 triliun atau 25% dari total outstanding pinjol.
Download Report – Ancaman Pinjol