Ancaman Penyusutan Sawah di Luar Jawa

JAKARTA — Di tengah kecemasan soal ketahanan pangan, luas sawah di Indonesia terus merosot. Selama 10 tahun, antara 2010 – 2019, Indonesia kehilangan 604.379 hektare sawah, atau 7,5% dari total luas sawah pada 2009.

Tak seperti yang selama ini dikhawatirkan, penyusutan sawah terbesar ternyata tak terjadi di Pulau Jawa, melainkan di Sumatra dan Kalimantan.

Selama satu dasawarsa itu, luas sawah di Sumatra menyusut 592.421 Ha, sedangkan Kalimantan menciut hingga 301.291 Ha.

Untunglah, penyusutan kolosal di kedua pulau itu, sedikit diimbangi oleh penambahan luas sawah di beberapa pulau lain.

Di luar dugaan, di tengah masifnya konversi lahan produktif menjadi kompleks permukiman dan industri, Pulau Jawa berhasil mencetak ratusan ribu hektare sawah baru.

Selama periode tersebut, luas sawah di Jawa justru bertambah 222.803 Ha. Pencetakan sawah baru juga terjadi di Sulawesi, yang total sawahnya bertambah 41.014 Ha.

Jika dirinci, penambahan luas sawah terbesar di Jawa, terjadi di Provinsi Jawa Timur. Selama 2010 – 2019 luas sawah di Jatim tumbuh dengan tambahan 114.000 Ha. Di tempat kedua ada Jawa Tengah yang luas sawahnya bertambah 89.000 Ha.

Sementara itu, lima provinsi dengan kehilangan sawah terluas terdapat di Kalimantan Selatan (susut 174.000 Ha), disusul Sumatra Utara (156.000 Ha), Nangroe Aceh Darussalam (146.000 Ha), Sumatera Selatan (140.000 Ha), dan Riau (60.000 Ha).

Perubahan luas sawah sangat mempengaruhi “neraca” beras yang mengukur selisih antara produksi dan konsumsi beras. Daerah yang sawahnya terus berkembang cenderung surplus, sebaliknya yang sawahnya menyusut akan defisit — kecuali dapat menggenjot produktivtas.

Tahun 2022, Riau dan Sumatra Utara –dua provinsi yang kehilangan sawah puluhan ribu hektare– termasuk tiga wilayah dengan defisit beras terbesar nasional, setelah DKI Jakarta. Sebaliknya, Jawa Tengah dan Jawa Timur tercatat sebagai provinsi dengan surplus beras terbesar.

Meski telah mendapatkan pengakuan sebagai negara berswasembada beras dari International Rice Research Institute (IRRI), Indonesia perlu menjaga dan memperluas sawah produktif agar tetap menghasilkan padi.

Ini hanya bisa dilakukan jika Nilai Tukar Petani (NTP), khususnya petani padi, dapat terus meningkat.

 

 

Kembalinya Gairah Berpelesir

Artikel sebelumnya

Rintihan Pedagang Pasar Tanah Abang

Artikel selanjutnya

Baca Juga