Ancaman Ganda Industri Tekstil

JAKARTA – Indeks penjualan riil sandang pada April 2023 lalu mencapai 119,9 atau tumbuh 17,6% di bandingkan tahun lalu dan tumbuh 31,9% dibandingkan bulan sebelumnya. Ini menunjukkan masih tingginya gairah konsumsi masyarakat terhadap pakaian.

Tingginya indeks penjualan riil sandang ini tak berbanding lurus dengan kondisi di lapangan. Faktanya, sepanjang Januari-Mei 2023, Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) mencatat ada 70 ribu karyawan yang terkena pemutusan hubungan kerja. Jumlah ini diprediksi bertambah pada Juni 2023.

Empat komoditas tersebut menjadi andalan dalam industri tekstil dan produk tekstil (TPT). Kontribusinya dalam lima tahun (2017-2021), rata- rata mencapai 72,6% terhadap ekspor TPT asal Indonesia.

Ketika COVID-19 melanda pada 2020, ekspor komoditas pakaian dan aksesorinya (rajutan) mengalami penyusutan hingga 11,0% dibandingkan tahun sebelumnya. Tahun berikutnya mulai pulih, dengan tumbuh 29,9%. Bahkan realisasinya mencapai yang tertinggi dibandingkan dengan kondisi sebelum pandemi.

Sebaliknya untuk ekspor komoditas barang tekstil jadi lainnya (HS 63), pandemi COVID-19 pada tahun 2020 justru membuatnya tumbuh 70,9% atau menjadi US$314 juta. Namun kondisi tersebut tidak bertahan lama. Di tahun berikutnya, menyusut 39,8% atau menjadi US$189 juta.

Seperti halnya ekspor, impor empat komoditas andalan TPT juga menyusut hingga 17,7% saat pandemi, sehingga menjadi US$1,5 miliar. Namun, sejak Maret 2021, impornya kembali tumbuh 9,3% dibandingkan tahun sebelumnya, menjadi US$1,6 miliar.

Pada Januari-April 2023, jumlah nilai impor mencapai US$510 juta. Sementara rata-rata nilai impor Januari- April selama empat tahun sebelumnya sebesar US$594 juta. Ini menunjukkan bahwa impor empat komoditas andalan justru tidak semakin besar. Sehingga, banyaknya produk tekstil asing di pasar lokal kemungkinan merupakan produk selundupan yang masuk ke Indonesia tanpa melalui jalur resmi.

Sepanjang 2019-2023, Indonesia mengekspor empat komoditas andalan TPT ke Amerika Serikat senilai US$28 miliar atau 45,2% dari total nilai ekspor TPT selama lima tahun terakhir. Namun, karena Dana Moneter Internasional (IMF) telah memberikan sinyal perlambatan ekonomi Amerika Serika. Bayang- bayang menyusutnya ekspor pun sulit dihindari.

Pada kuartal III-1992, industri TPT sempat menerima aliran penanaman modal asing (PMA) mencapai US$2,6 miliar atau 95% dari total investasi yang masuk pada kuartal tersebut. Ini merupakan investasi asing terbesar sepanjang 1990-2023. Akan tetapi pada kuartal berikutnya, modal asing yang masuk hanya US$28 juta atau minus 98% dari kuartal sebelumnya.

Pada 2020-2023, rata-rata investasi asing yang masuk setiap kuartal US$105 juta. Pada kuartal I-2023, aliran modal asing yang masuk untuk industri tekstil sebesar US$114 juta atau menyumbang 1% dari total investasi asing pada kuartal yang sama.

Sepanjang 2015-2019, rata-rata aliran modal domestik yang masuk setiap kuartal kian kuat, yaitu sekitar Rp935 miliar. Pada kuartal II-2017, investasi domestik mencapai Rp3 triliun. Ini merupakan modal dalam negeri per kuartal terbesar di sektor industri tekstil selama 33 tahun terakhir. Meskipun dari segi kontribusi, angka ini hanya 5,0% dari total investasi dalam negeri di kuartal yang sama.

Download Report – Ancaman Ganda Industri Tekstil

Hilirisasi Bauksit, Sampai di Mana?

Artikel sebelumnya

Adu Cepat Harta Komisi Mata Air dan Air Mata di DPR

Artikel selanjutnya

Baca Juga