Pertumbuhan Ekonomi Sulawesi Lampui Jawa

JAKARTA – Ekonomi Indonesia mencatat pertumbuhan sebesar 5,04 persen pada triwulan ketiga tahun 2025, jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Meskipun angka ini terlihat stabil, data ekonomi terbaru mengungkapkan perubahan signifikan dalam struktur perekonomian Indonesia, dengan munculnya sektor dan wilayah pertumbuhan baru yang menggantikan peran sektor tradisional. Berikut adalah lima temuan utama yang menjelaskan dinamika di balik angka pertumbuhan tersebut.

 

Pendidikan dan Jasa Naik Pesat, Kalahkan Sektor Manufaktur

Salah satu temuan yang paling menarik adalah pesatnya pertumbuhan sektor pendidikan. Jasa pendidikan mencatat pertumbuhan tahunan mencapai 10,59 persen, jauh melampaui sektor industri pengolahan yang hanya tumbuh 5,54 persen.

Jasa pendidikan memimpin dengan pertumbuhan 10,59 persen, diikuti jasa perusahaan dan jasa lainnya, sementara sektor pertambangan mengalami kontraksi sebesar 1,98 persen. (Sumber: BPS)

Sektor jasa lainnya juga menunjukkan tren serupa. Jasa perusahaan tumbuh 9,94 persen, sementara jasa lainnya mencapai 9,92 persen. Pola ini menunjukkan bahwa ekonomi Indonesia sedang bergeser menuju ekonomi berbasis pengetahuan dan layanan jasa. Hal ini mengindikasikan bahwa investasi pada sumber daya manusia dan pendidikan semakin menjadi fokus utama pertumbuhan ekonomi ke depan.

 

Sulawesi Jadi Mesin Pertumbuhan Baru, Lampaui Jawa

Untuk pertama kalinya, pertumbuhan ekonomi tidak lagi didominasi oleh Pulau Jawa. Meskipun Jawa masih menyumbang 56,68 persen dari total PDB nasional, Sulawesi menunjukkan laju pertumbuhan tertinggi sebesar 5,84 persen, mengalahkan pertumbuhan Jawa yang hanya 5,17 persen.

Secara keseluruhan, perekonomian menunjukkan kinerja pertumbuhan di sebagian besar wilayah, kecuali Provinsi Papua Tengah dan Provinsi Papua Barat (Sumber: BPS)

Temuan ini menunjukkan bahwa pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru sedang berkembang di luar Jawa. Namun, kesenjangan antar wilayah masih tetap nyata, terutama di Maluku dan Papua yang mencatat pertumbuhan paling rendah sebesar 2,68 persen. Data ini menekankan pentingnya pembangunan yang lebih merata di seluruh kepulauan Indonesia.

 

Pertambangan Satu-satunya Sektor yang Mengalami Penurunan

Sementara hampir semua sektor ekonomi menunjukkan pertumbuhan, sektor pertambangan dan penggalian justru mengalami kontraksi sebesar 1,98 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Industri pengolahan tetap menjadi kontributor terbesar dengan 19,15 persen dari total PDB nasional, diikuti pertanian, kehutanan, dan perikanan yang menyumbang 14,35 persen. (Sumber: BPS)

Pelemahan ini patut diperhatikan mengingat sektor pertambangan masih menyumbang 8,51 persen dari PDB nasional. Kontraksi yang konsisten pada sektor ini menekankan pentingnya diversifikasi ekonomi dan pengurangan ketergantungan pada sektor pertambangan dalam jangka panjang.

 

Ekspor Menjadi Pendorong Utama Pertumbuhan

Dari sisi pengeluaran, data menunjukkan perbedaan menarik antara konsumsi domestik dan ekspor. Konsumsi rumah tangga, yang menyumbang 53,14 persen dari PDB, tumbuh dengan moderat sebesar 4,89 persen. Namun, ekspor barang dan jasa menunjukkan pertumbuhan yang jauh lebih tinggi mencapai 9,91 persen.

Pada pertumbuhan tahunan, ekspor barang dan jasa mencatat pertumbuhan tertinggi sebesar 9,91 persen, melampaui komponen pengeluaran lainnya. Hal ini mengonfirmasi bahwa permintaan dari pasar luar negeri menjadi mesin utama pertumbuhan ekonomi Indonesia. (Sumber: BPS)

Hal ini berarti bahwa meskipun permintaan domestik stabil, permintaan dari pasar luar negeri menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi Indonesia pada periode ini. Data ini menunjukkan bahwa produk dan layanan Indonesia tetap kompetitif di pasar global, dengan pertumbuhan ekspor mencapai 9,13 persen secara kumulatif.

 

Pemerintah Menunjukkan Volatilitas Anggaran yang Tinggi

Data pertumbuhan triwulanan menunjukkan gejolak yang cukup besar pada sektor pemerintah. Lapangan administrasi pemerintahan dan jaminan sosial mengalami penurunan sangat dalam sebesar 17,15 persen dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Sebaliknya, pengeluaran konsumsi pemerintah justru naik 4,60 persen.

Pengeluaran konsumsi LNPRT mengalami kontraksi 3,44 persen, sedangkan ekspor tumbuh 6,77 persen. Pola ini mencerminkan volatilitas dalam pola pencairan anggaran pemerintah sepanjang tahun. (Sumber: BPS)

Perbedaan tajam ini biasanya terjadi karena pola pencairan anggaran pemerintah yang tidak merata sepanjang tahun. Gaji dan program rutin umumnya dicairkan dengan stabil sesuai jadwal, sementara kegiatan operasional dan proyek administrasi sering kali mengalami akselerasi menjelang akhir tahun fiskal. Dinamika ini menyebabkan fluktuasi yang terlihat signifikan di pertengahan tahun seperti saat ini.

 

Apa Artinya Semua Ini?

Pertumbuhan sektor pendidikan dan jasa, munculnya Sulawesi sebagai pusat pertumbuhan regional baru, serta dominasi ekspor, semua terjadi bersamaan dengan menurunnya sektor pertambangan. Gambaran ini menunjukkan bahwa Indonesia sedang mengalami perubahan struktur ekonomi yang cukup fundamental. Pertanyaan penting bagi para pembuat kebijakan kini adalah: seberapa cepat kebijakan pemerintah dapat beradaptasi untuk mendukung perubahan struktur ekonomi ini?

Pinjol Sebagai Mesin Konsumsi yang Menggerogoti Kesejahteraan

Artikel sebelumnya

Baca Juga