JAKARTA – LFP—kependekan dari Lithium Ferro-Phospat-, menjadi alternatif bahan baku baterai listrik yang diperbincangkan publik pasca debat calon wakil presiden pada 21 Januari 2024. LFP merupakan baterai dengan kandungan litium, besi dan fosfat sebanyak 80% dari katoda.
Sepanjang 2023, harga nikel di pasar internasional mengalami tren penurunan. Jika pada 3 Januari 2023 mencapai US$31.200 per ton, setahun kemudian, melorot 48,0% pada 3 Januari 2024, sehingga tersisa US$16.210 per ton.
Ada dugaan, faktor yang melemahkan harga nikel adalah tingginya pasokan dari Indonesia. Berdasarkan data US Geographical Survey, produksi nikel Indonesia pada 2023 diperkirakan naik 13,9% dibandingkan tahun sebelumnya, menjadi 1,8 juta ton atau 50% dari produksi global.
Faktor lainnya adalah penggunaan LFP yang dalam dua tahun terakhir makin laris. Pangsa pasarnya pun dalam urusan baterai listrik internasional, terus tumbuh. Pada 2021, pangsa pasar baterai LFP mencapai 17% dari 3% di 2019. Kemudian menjadi 27% pada 2022. Di saat yang sama, pangsa baterai nikel kadar tinggi menyusut.
Selama 2015-2023, indeks harga baterai menunjukkan penurunan yang signifikan. Dari 100 poin pada 2015, menjadi 34 poin pada 2021 dan 2023. Namun, indeks harga bahan baku baterai justru bergerak dinamis. Hanya mangaan yang indeks harganya terbilang stabil.
Pergerakan grafik harga tembaga dan kobalt naik turun. Indeks harganya mencapai titik tertinggi pada 2022, ketika indeks harga kobalt mencapai 221 dan indeks harga tembaga di posisi 164. Sementara pada 2023, giliran indeks harga litium karbonat dan nikel yang menjulang. Indeks harga nikel mencapai 305 dan litium karbonat 445.
Download Report – Baterai Listrik Nikel Vs LFP