JAKARTA — Seorang bupati di Jawa Barat tak dapat menyembunyikan kegembiraannya ketika jaringan makanan cepat saji McDonald’s akhirnya membuka gerai di wilayahnya. “McD dan KFC sudah masuk,” kata Pak Bupati girang, “sekarang tinggal nunggu Starbucks.”
Jika jaringan kedai kopi dari Amerika Serikat itu mau masuk, lanjutnya, “Tak bisa dipungkiri bahwa daerah kami termasuk wilayah yang maju.”
Mengukur kemajuan daerah dengan jaringan kedai kopi mungkin kurang lazim. Namun, logika Pak Bupati tak sepenuhnya meleset. Sebelum masuk ke satu wilayah, jaringan kedai multinasional, entah itu McD, KFC, Starbucks, atau Burger King pasti sudah melakukan riset mendalam: apakah wilayah tersebut merupakan pasar yang potensial?
Pembukaan kedai Starbucks, jaringan yang mematok harga Rp40.000 untuk segelas kecil kopi hitam americano, tentu punya arti spesial untuk kabupaten yang jauh dari Ibu Kota Provinsi.
Harga segelas kecil kopi itu setara dengan dua kali makan di warteg, dengan dua lauk. Jika Starbucks berani buka gerai, mereka pasti telah menakar bahwa harga kopi semahal itu masih masuk dalam rentang belanja konsumen di wilayah tersebut.
Peta pasar kelas menengah
Datanesia mencoba memakai logika serupa, bukan untuk mengukur daya beli, tapi memetakan pasar kelas menengah di Jakarta. Caranya, kami menghitung data sebaran dua jaringan kedai kopi yang populer di kelas menengah, yaitu Kopi Kenangan dan Janji Jiwa.
Kedua jenama ini merupakan jaringan kopi terbesar di Jakarta pada segmen yang relatif setara. Keduanya menawarkan harga Rp15.000 untuk segelas kopi hitam ukuran reguler.
Data sebaran kedai diperoleh dengan cara menghitung secara manual pada google map. Tentu saja ada kemungkinan kalkulasi kami meleset. Mungkin juga ada gerai yang belum tertangkap peta google. Meski demikian, metode ini dapat dipakai sebagai patokan kasar peta pasar kelas menengah di Jakarta.
Perhitungan Datanesia menunjukkan bahwa jumlah kedai dari kedua jenama ini relatif setara. Hingga April 2023, Kopi Kenangan membuka 158 kedai, dan Janji Jiwa 174 kedai, di Jakarta.
Dari sisi sebaran, keduanya sama-sama mengandalkan Jakarta Pusat sebagai pasar utama. Lebih dari 2/5 kedai Kopi Kenanga berada di wilayah ini, sedangkan Janji Jiwa menempatkan 28% kedainya di daerah itu.
Pilihan terhadap Jakarta Pusat mudah dipahami. Selain karena wilayah itu menjadi pusat kegiatan ekonomi, banyak perkantoran, agaknya juga berkaitan dengan fungsi kopi sebagai stimulan – minuman pembuka mata dan pembangkit semangat.
Untuk pasar kedua, Janji Jiwa dan Kopi Kenangan punya andalan berbeda. Janji Jiwa memilih Jakarta Utara, sedangkan Kopi Kenangan lebih banyak di Jakarta Barat.
Melimpahnya populasi kedua merk ini di Jakarta Pusat membuat jantung Ibu Kota itu sebagai daerah terpadat kedai kopi untuk kelas menengah.
Pada tiap 10 km2 dari wilayah itu, terdapat 11,2 gerai Janji Jiwa atau Kopi Kenangan. Jika Anda dapat berjalan dengan kecepatan 5 km/jam, rata-rata hanya diperlukan 11 menit untuk menemukan kedai kopi, entah itu Janji Jiwa atau Kopi Kenangan, dengan berjalan kaki, dari titik manapun, di Jakarta Pusat.
Urutan kepadatan kedua, berada di wilayah Jakarta Selatan. Dalam luasan yang sama, terdapat 8,2 kedai Janji Jiwa atau Kopi Kenangan di daerah ini.
Sementara itu, Jakarta Timur menduduki urutan kepadatan kedai kopi kelas menengah paling buncit. Di wilayah ini hanya ada 2,5 gerai Janji Jiwa atau Kopi Kenangan. Rata-rata membutuhkan waktu hampir 50 menit untuk menemukan kedai kedua kopi itu dengan berjalan kaki di Jakarta Timur.
Tentu saja, populasi dan kepadatan kedai kopi bukan hanya ditentukan oleh potensi pasar. Banyak pertimbangan lain. Misalnya, ongkos sewa properti yang di Jakarta merupakan pos biaya terbesar dalam bisnis rumah makan.