JAKARTA — Jawa Tengah berpeluang menjadi pusat industri pengolahan ayam terbesar nasioal.
Dalam beberapa tahun terakhir, provinsi ini kelebihan produksi daging ayam dalam jumlah yang melimpah. Surplus ini dapat dijadikan bahan baku industri pengolahan daging seperti sosis, nuget, bakso, abon, atau yang lain.
Surplus dihitung dari selisih antara produksi ayam (data BPS) dan perkiraan konsumsi rumah tangga. Konsumsi ini dikalkulasi dari tingkat konsumsi ayam per kapita (data Susenas) dan jumlah penduduk.
Selama tiga tahun terakhir, Jawa Tengah mengalami surplus daging ayam ras rata-rata hingga 500.000 ton per tahun. Ini menjadikan Jawa Tengah sebagai provinsi dengan surplus daging ayam ras terbesar nasional.
Posisi ini disusul oleh Jawa Barat, dengan rata-rata surplus 300.000 ton per tahun, dan kemudian Jawa Timur dengan surplus 250.000 ton per tahun.
Sebenarnya, dilihat dari jumlah produksi, Jawa Barat merupakan penghasil daging ayam ras terbesar Indonesia. Selama tiga tahun terakhir, provinsi ini menghasilkan rata-rata 750.000 ton per tahun, baru kemudian disusul Jawa Tengah dengan rata-rata produksi 650.000 ton per tahun.
Namun, besarnya produksi di Jawa Barat juga diikuti oleh tingginya tingkat konsumsi, sehingga jumlah surplusnya disalip Jawa Tengah. Selain itu, Jawa Barat juga banyak menutup kebutuhan DKI Jakarta yang memerlukan pasokan sekitar 300 ton daging ayam ras setiap hari.
Setidaknya sejak 2008 indonesia telah swasembada ayam ras. Tanpa menghitung kebutuhan industri pengolahan, Indonesia mencatat surplus daging ayam ras rata-rata 1,5 juta ton per tahun, selama tiga tahun terakhir.
Melimpahnya produksi ayam ras menjadikan Indonesia berpeluang menjadi salah satu pusat industri pengolahan ayam di Asia Tenggara.
Sejumlah pabrik memang telah bermunculan, terutama di Jawa Barat (Tangerang, Bandung), Jawa Timur (Sidoarjo, Mojokerto), juga di Salatiga dan Boyolali (Jawa Tengah), serta Tabanan (Bali), dan bahkan Deli Serdang (Sumatra Utara).
Sayangnya, meski produksinya melimpah, harga daging ayam di Indonesia masih lebih mahal dari harga ayam impor, akibat tingginya biaya produksi seperti harga pakan ternak.