JAKARTA — Surabaya dan sekitarnya tetap merupakan magnet utama di Jawa Timur. Selama dua dasawarsa terakhir, kawasan tersebut telah menjadi tujuan utama migrasi penduduk di bagian timur Pulau Jawa.
Sensus Penduduk 2000 dan 2020 menunjukkan pertumbuhan populasi paling subur di Jawa Timur berada di kawasan ini. Tiga daerah satelit di sekitar Surabaya, yaitu Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Bangkalan, dan Kabupaten Gresik, populasinya tumbuh dengan laju antara 37% sampai 64%, selama periode tersebut.
Bagaimana dengan Kota Surabaya? Penduduk di Kota Pahlawan agaknya sudah terlalu padat, sulit untuk berkembang lebih cepat lagi. Dalam 20 tahun terakhir, Kota Surabaya telah menempatkan dirinya sebagai daerah dengan populasi terbesar di Jawa Timur. Pada 2020, jumlahnya mencapai 2,9 juta jiwa, atau hampir 8% dari total penduduk Jatim.
Selain pertumbuhan peduduk yang berpusat di seputar Surabaya, ada dua hal lain yang perlu dicermati dalam dinamika pergeseran penduduk Jawa Timur selama periode 2000 – 2020.
Yang pertama soal kecepatan pertumbuhan penduduk di Pulau Madura. Di luar dugaan, populasi pada tiga dari empat kabupaten di Madura (Bangkalan, Sampang, Pamekasan), tumbuh jauh lebih cepat ketimbang rata-rata Jawa Timur. Hanya Kabupaten Sumenep di ujung timur pulau yang sedikit lebih lambat.
Ini mengejutkan. Selama ini, tingkat fertilitas perempuan Madura dikenal rendah. Penelitian Mugia Bayu Raharja dari Puslitabng Kependudukan BKKBN pada 2017 menyimpulkan, perempuan etnis Madura rata-rata melahirkan 1,862 anak, sepanjang usia suburnya (15 – 49 tahun).
Ini merupakan tingkat fertilitas paling rendah di antara 14 etnis lain di Indonesia. Sebagai perbandingan, perempuan dari etnis Batak, misalnya, rata-rata melahirkan 2,561 anak sepanjang usia suburnya.
Pertumbuhan populasi yang tinggi di daerah dengan tingkat fertilitas rendah, lazimnya didorong oleh maraknya migrasi (perpindahan penduduk).
Pembukaan Jembatan Suramadu yang menghubungkan Pulau Madura dengan Jawa pada 2009 mungkin menjadi salah satu penyebab. Namun, besar kemungkinan ada penyebab lain sehingga arus migrasi ke Madura begitu pesat.
Hal kedua adalah tentang turunnya populasi di Kabupaten Magetan. Selama 2000 – 2020, jumlah penduduk di kabupaten paling barat Jatim itu justru berkurang 10.500 orang (1,4%) menjadi 670.800 jiwa.
Ini gelagat yang tidak biasa. Pada umumnya, jumlah penduduk di wilayah Indonesia masih terus tumbuh. Lalu mengapa Magetan justru minus?
Menurut catatan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), tingkat fertilitas perempuan Magetan berada di angka 2,1. Ini merupakan ambang replacement rate. Pada tingkat kesuburan sebesar itu, jumlah penduduk akibat kelahiran dan kematian di Magetan cenderung tetap, tidak berubah.
Artinya, penurunan jumlah penduduk Magetan dalam dua dasawarsa terakhir tak disebabkan angka kelahiran/kematian, melainkan oleh migrasi penduduk keluar dari wilayah ini.