JAKARTA – Tingkat pengangguran terbuka di Indonesia sempat mengalami kenaikan menjadi 7,07% pada 2020, dari sebelumnya sebesar 5,18%. Dua tahun kemudian tingkat pengangguran terbuka ini mengalami penyusutan menjadi 5,86%.
Di tengah penurunan tingkat pengangguran, sejatinya Indonesia tetap harus waspada. Organisasi Buruh Dunia (ILO) dalam “World Employment and Social Outlook Trends 2023” memproyeksikan ketersediaan lapangan kerja global hanya akan tumbuh 1% tahun ini, kurang dari setengah dibandingkan tahun 2022. Bahkan jika dibandingkan dengan negara-negara ASEAN, tingkat pengangguran Indonesia termasuk yang tertinggi ketiga setelah Brunei Darussalam dan Malaysia.
Pengangguran terbesar di Indonesia sebagian besar berjenis kelamin laki-laki (5,93%), tinggal di perkotaan (7,74%), dan berusia 15-24 tahun (20,63%). Mereka juga kebanyakan merupakan lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) (9,42%)
Karakteristik lain dari tenaga kerja Indonesia adalah, terutama bekerja di sektor pertanian (28,6%), berstatus sebagai buruh/karyawan/ pegawai (37,7%) dan pekerja penuh waktu (68,5%). Kemudian, pendidikan yang paling banyak ditamatkan pekerja adalah SD (38,8%) dan banyak yang bekerja di sektor informal (59,3%).
Dari sisi kesejahteraan, ditemukan fakta bahwa upah riil buruh tani dan buruh bangunan kian menyusut. Meski upah nominal terus meningkat selama tiga tahun terakhir, namun upah riilnya menyusut. Harga kebutuhan naik lebih cepat ketimbang kenaikan upah nominal
Dari 34 provinsi ada 11 provinsi yang rata-rata realisasi upahnya lebih rendah ketimbang upah mininum provinsi (UMP) pada tahun 2022. Kondisi ini dapat membuat peningkatan kesejahteraan buruh kian sulit.