Pemilu 2024 dan The Power of Emak-Emak

JAKARTA — The power of emak-emak. Ungkapan ini agaknya tak terlalu meleset jika dikaitkan dengan Pemilu 2024. Soalnya, hasil pemilihan umum mendatang akan banyak ditentukan oleh suara perempuan yang telah menikah.

Data yang diolah dari Survei Ekonomi Nasional (Susenas) Badan Pusat Statsitik tahun 2021 menunjukkan, jumlah pemilih pada pemilu mendatang akan mencapai 208,42 juta orang. Dari jumlah itu, sekitar 82,57 juta pemilih atau 40% di antaranya merupakan perempuan yang sudah menikah.

Sebagai perbandingan, lelaki yang sudah menikah hanya sekitar 35% dari total pemilik suara. Selebihnya, pemilik suara Pemilu 2024 akan berasal dari kelompok lelaki lajang (15%) dan perempuan lajang (10%).

Bagaimana sikap politik perempuan yang sudah menikah? Apakah mereka cenderung “ikut” dengan suara suami atau punya pilihan sendiri?

Tak ada yang tahu pasti. Namun satu hal perlu dipertimbangkan tim sukses dan konsultan politik: para pemilih perempuan ini bukan sekadar pendamping atau konco wingking dari suami.

Bahkan, sebagian dari pemilih perempuan merupakan bread winner alias tiang utama ekonomi keluarga. Sekitar 10,87 juta pemilih perempuan dalam Pemilu 2024 merupakan kepala rumah tangga. Artinya, merekalah penopang utama kebutuhan hidup anggota rumah tangga. 

Jika dirinci dari tingkat pendidikan, sebagian besar pemilih perempuan hanya mengenyam pendidikan dasar sembilan tahun. Sekitar dua pertiga pemilih perempuan merupakan lulusan SMP ke bawah – bahkan tak punya ijazah.

Sisanya, 26% lulus SMA, dan 10% lagi lulus perguruan tinggi. Jumlah dan porsi pemilih perempuan yang sarjana (10,32 juta) lebih banyak ketimbang pemilih lelaki (9,50 juta). 

Sekitar satu dari delapan pemilih perempuan yang sudah menikah berdomisli pada 10 kabupaten kota yang tersebar di empat provinsi, yaitu Jawa Barat, Jawa Timur, Banten dan DKI Jakarta.

Tiga wilayah dengan jumlah pemilih perempuan-menikah terbanyak terdapat di Kabupaten Bogor, Kabupaten Bandung, dan Kabupaten Bekasi (ketiganya di Jawa Barat), disusul kemudian oleh Kabupaten Tangerang (Banten), dan Kota Surabaya (Jawa Timur).

Dominasi para pemilih perempuan agaknya bukan tak disadari para kandidat yang punya potensi berlaga dalam pemilu mendatang. Ini tampak dari strategi “prakampanye” yang kini banyak menyasar kalangan kaum ibu ini.

Di banyak daerah, tim sukses para balon (bakal-calon) ini berlomba-lomba menggiatkan pendirian sukarelawan dari kalangan perempuan. Selain itu, ada pula balon yang mencoba mendekati para ibu dengan role play menjadi tukang sayur, atau main “besti-bestian” (sebutan untuk sahabat dekat bagi perempuan) di sosial media.

Keterbelakangan Gorontalo

Artikel sebelumnya

Memetakan Peluang Ekonomi Wilayah: Batam

Artikel selanjutnya

Baca Juga