Keterbelakangan Gorontalo

JAKARTA – Gorontalo resmi menjadi provinsi ke-32 Indonesia pada 22 Desember sesuai dengan Undang-Undang No. 38 tahun 2000. Ibu kota provinsi ini adalah Kota Gorontalo.

Jika Aceh dikenal dengan Serambi Mekah, Gorontalo dijuluki dengan Serambi Madinah. Hal ini lantaran mayoritas warga Gorontalo memeluk agama Islam. Menurut data BPS, porsinya mencapai 96,9% dari total penduduk sebanyak 1,2 juta jiwa pada 2021.

Gorontalo dikenal memiliki falsafah Adati hulahula’a to Sara’a, Sara’a hula-hula’a to Kuru’ani atau yang dalam bahasa Indonesia diterjemahkan sebagai “Adat Bersendikan Syara’, dan Syara’ Bersendikan Kitabullah”. Maknanya: nilai dalam agama Islam berpengaruh pada aturan, pedoman atau norma bermasyarakat, hingga lingkungan pemerintahan.

Sayangnya, kualitas hidup masyarakat Gorontalo masih perlu dibenahi. Pada 2021, Gorontalo menjadi provinsi keenam dengan tingkat kemiskinan tertinggi di Indonesia, yaitu mencapai 15,4%. Indeks kedalaman dan keparahan kemiskinannya masing-masing sebesar 2,92 dan 0,77.

Parahnya, Gorontalo bahkan menjadi provinsi ketiga dengan rasio gini tertinggi, yaitu sebesar 0,409, setelah DI Yogyakarta dan DKI Jakarta. Angka tersebut menunjukkan bahwa tingkat ketimpangan pengeluaran antarpenduduk Gorontalo sangat tinggi.

Sejalan dengan kemiskinannya, daya saing sumber daya manusia di Gorontalo juga masih rendah dibandingkan provinsi lainnya, bahkan di Sulawesi. Pada 2021, indeks pembangunan manusia Gorontalo hanya 69, terendah kedua setelah Sulawesi Barat. Namun, angka rata-rata lama sekolah Gorontalo sebesar 7,9 merupakan yang terendah di seluruh Sulawesi. Kondisi ini berimplikasi pada masyarakat Gorontalo yang terserap di pasar tenaga kerja.

Bersama Nusa Tenggara Barat, tingkat pengangguran terbuka (TPT) Gorontalo merupakan yang terendah di Indonesia, yakni 3,01% pada Agustus 2021. Namun, sektor pertanian masih mendominasi tenaga kerja Gorontalo, dengan porsi masih yang terbesar meskipun terus mengalami penurunan, yakni 30% dari total penduduk.

Sementara di industri pengolahan, pertambangan dan penggalian hanya 11,1%, meningkat tipis dari 10,5% pada Agustus 2020. Rendahnya indeks pembangunan manusia (IPM) Gorontalo sedikit banyak berkontribusi pada masih rendahnya penyerapan tenaga kerja di sektor industri pengolahan, pertambangan dan penggalian yang dapat memberikan nilai tambah yang lebih tinggi dibandingkan sektor pertanian.

Download Edisi White Paper

Catatan Baru Ekonomi Gorontalo

Artikel sebelumnya

Pemilu 2024 dan The Power of Emak-Emak

Artikel selanjutnya

Baca Juga