Rapor Wilayah Hasil Pemekaran

Ringkasan Eksekutif

Dalam kurun waktu 1951-2022, telah lahir 255 wilayah baru hasil pemekaran. Sebanyak 26 wilayah di antaranya adalah provinsi baru. Tiga provinsi di dalamnya merupakan tiga provinsi baru Papua yang aturannya tengah dalam proses uji materiil di Mahkamah Konstitusi. Sementara 229 sisanya merupakan pemekaran kabupaten/kota.

Pada dekade 2010-2020 ada 17 kabupaten baru yang lahir dari pemekaran wilayah. Datanesia menelisik kemandirian fiskal, kondisi sosial dan ekonomi untuk mengukur kesejahteraan masyarakat di wilayah-wilayah hasil pemekaran.

Pada periode 2016-2021, semua wilayah hasil pemekaran memiliki rata-rata porsi belanja pegawai lebih rendah dari rata-rata nasional, yaitu 33,5%, kecuali Kabupaten Malaka (Nusa Tenggara Timur) yang mencapai 34,8%. Namun, ada empat wilayah yang belum memenuhi regulasi baru yang membatasi maksimal 30%. Sebaliknya untuk wilayah induk, ada 11 kabupaten yang rata-rata porsi belanja pegawainya lebih tinggi dari rata-rata nasional.

Jika membandingkan porsi belanja modal, kinerja wilayah hasil pemekaran jauh lebih baik ketimbang wilayah asalnya. Dalam lima tahun terakhir (2016-2021), rata-rata porsi belanja modal yang dialokasikan oleh wilayah pemekaran jauh lebih tinggi, begitu juga terhadap rata-rata nasional. Namun trennya cenderung terus turun. Pada 2016 misalnya, rata-rata alokasi belanja modal mencapai 39,3% terhadap total belanja pemerintah daerah hasil pemekaran. Sementara pada 2021 tersisa 25,0%. Begitu juga yang terjadi di wilayah induk, dari 27,7% terisa 18,6%.

Tingkat kemandiran fiskal daerah pemekaran maupun daerah asalnya masih sangat rendah. Hal itu, setidaknya terlihat dari dana transfer dari pemerintah pusat yang mendominasi penerimaan daerah. Bahkan porsinya di atas 80%. Bila melihat data rincian per tahun, ada kecenderungan transfer ke semua wilayah mengalami kenaikan. Ini memperlihatkan bahwa kondisi daerah pemekaran dari sisi penerimaan kian tidak mandiri alias makin bergantung pada dana transfer dari pusat yang seperti candu.

Kondisi PAD yang cekak, baik di daerah induk maupun hasil pemekaran, membuat wilayahwilayah itu sangat bergantung pada aliran dana dari pemerintah pusat. Dari sisi fiskal, seluruh wilayah tersebut seperti masih dalam tahap merangkak, walaupun usianya telah melampaui masa balita.

Peningkatan kualitas sumber daya manusia yang ditunjukkan melalui Indeks Pembangunan Manusia (IPM) daerah hasil pemekaran, pada umumnya lebih baik dari daerah induknya. Dalam lima tahun (2016-2021), rata-rata pertumbuhannya 0,8%, sementara wilayah induk 0,7%. Kendati demikian, kinerja IPM di dua kelompok daerah itu lebih baik dibandingkan rata-rata nasional.

Berdasarkan data rata-rata tingkat kemiskinan untuk periode 2017-2021, ada sembilan wilayah pemekaran yang angka kemiskinannya menurun lebih cepat ketimbang wilayah induk. Lima wilayah lebih lambat dalam mengentaskan kemiskinan, serta sisanya berjalan beriringan dengan daerah induk. Kabupaten Morowali Utara, Mamuju Tengah dan Manokwari Selatan termasuk yang mampu menurunkan tingkat kemiskinan lebih cepat dari daerah induk.

Sepanjang 2016-2021, rata-rata pertumbuhan pengeluaran per kapita masyarakat di sebagian besar wilayah baru itu, lebih tinggi dibandingkan daerah asalnya. Pertumbuhan tertinggi terjadi di Kabupaten Manokwatri Selatan, yang mencapai 3,2% per tahun. Sementara di wilayah asalnya, yaitu Kabupaten Manokwari, hanya tumbuh 0,9%.

Download White Paper

Industri Kesehatan: Tenggelam Dalam Defisit

Artikel sebelumnya

Mendorong Kerja Sama Ekonomi Melalui Ramah Tamah

Artikel selanjutnya

Baca Juga