JAKARTA – Pendapatan asli daerah (PAD) kabupaten/kota yang paling mandiri di Indonesia sebagian besar disumbang oleh pajak. Untuk sektor ekonomi dari sisi produksi, kelompok usaha jasa (tersier) menjadi andalan.
Pendapatan asli daerah atau PAD adalah pendapatan daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan perundangundangan. Komponennya dibagi menjadi empat kelompok: pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, serta lain-lain PAD yang sah.
Pada umumnya, sebagian besar PAD disumbang oleh pajak daerah. Komponen pajak tersebut, antara lain Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2), Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT), Pajak Reklame, Pajak Air Tanah (PAT), Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan (MBLB), Pajak Sarang Burung Walet.
Komponen retribusi daerah terbagi menjadi tiga golongan, yaitu retribusi jasa umum, jasa usaha dan perizinan tertentu. Retribusi jasa umum yaitu pungutan atas pelayanan yang disediakan atau diberikan pemerintah daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum, serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan. Misalnya, retribusi layanan kesehatan, kartu tanda penduduk, akta, pengelolaan limbah cair, atau retribusi pasar grosir/pertokoan.
Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan ditetapkan dengan Perda dengan berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan. Di antaranya, laba atas penyertaan modal daerah, seperti di Badan Usaha Milik Daerah.
Sedangkan lain-lain PAD yang sah, di antaranya: pendapatan bunga, tuntutan ganti rugi, atau hasil pemanfaatan atau pendayagunaan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan.
Kini, seiring dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, ada sumber pendapatan baru dari pajak untuk kabupaten/kota. Jika selama ini Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) dipungut provinsi, kini kabupaten/ kota diperkenankan memungutnya sebagai pajak tambahan (opsen).
Pada lima daerah paling mandiri sangat terlihat pentingnya peran pajak terhadap total pendapatan daerah. Sekitar 73,1% pendapatan Kabupaten Badung pada 2021 misalnya, berasal dari pajak daerah. Bahkan di Tangerang Selatan porsinya mencapai mencapai 86,1% dan Kota Surabaya sebesar 75,7%.
Tiga dari lima kabupaten/kota paling mandiri, yaitu Kabupaten Badung, Kota Surabaya dan Kota Tangerang Selatan, perekonomiannya ditopang oleh sektor tersier atau jasa, seperti pariwisata, perhotelan, perdagangan, dan lainnya. Sedangkan Kabupaten Tangerang dan Kota Semarang dari sektor sekunder, yaitu industri pengolahan dan konstruksi yang lebih dominan. Porsinya berselisih kecil dengan tersier.
Untuk Kabupaten Badung, kontribusi sektor tersier terhadap perekonomian daerah mencapai 74,7% pada 2021. Sektor usaha andalannya adalah penyediaan akomodasi dan makan minum, mengingat Badung menyimpan lokasi wisata Bali yang populer, seperti Pantai Kuta dan Seminyak, Hutan Monyet (Sangeh), maupun air terjun Nungnung.
Sektor usaha tersebut menyumbang Rp10,4 triliun atau 23,2% dari total produk domestik regional bruto (PDRB) wilayah tersebut. Setelah itu sektor transportasi dan pergudangan yang nilainya Rp5,7 triliun atau 12,7% dari total PDRB. Untuk Surabaya, sektor tersier yang menjadi unggulan adalah perdagangan yang senilai Rp163,5 triliun atau 27,7% terhadap total PDRB. Penyediaan akomodasi dan makan minum menjadi kontributor PDRB terbesar kedua dari sektor tersier, yaitu 15,5% atau senilai Rp91,4 triliun.
Sedangkan sektor tersier Tangerang Selatan mengandalkan real estat yang sumbangannya terhadap PDRB mencapai Rp15,9 triliun atau 18,1%. Kontributor kedua terbesarnya, yaitu perdagangan yang senilai Rp14,2 triliun atau 16,2%.
Dua daerah lainnya, yaitu Kota Semarang dan Kabupaten Tangerang lebih banyak bergantung pada sektor sekunder atau pengolahan. Sektor usaha paling dominan di Semarang adalah konstruksi yang nilainya mencapai Rp55,8 triliun atau 27,2% dari total PDRB. Sedangkan sektor usaha terbesar di Kabupaten Tangerang, yaitu industri pengolahan dengan nilai Rp48,0 triliun atau 33,1% dari total PDRB daerah.