JAKARTA – Di tengah ancaman kenaikan harga bahan bakar dan makanan, konsumen Indonesia masih optimistik dengan kondisi perekonomian. Meski demikian, mereka tampak akan lebih berhati-hati dalam membuka dompet.
Data Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) yang diterbitkan Bank Indonesia mencatat, dalam tiga bulan terakhir indeks cenderung menurun. Pada Mei, IKK mencapai puncak 128,9 –tertinggi sejak sepuluh tahun terakhir—untuk kemudian berangsur turun hingga mencapai 123,2 pada Juli.
IKK mengukur persepsi konsumen atas kondisi bisnis, penghasilan, pasokan lapangan kerja, dan pembelian barang tahan lama, baik untuk saat ini maupun harapan dalam enam bulan ke depan. Sejauh ini, indeks yang dikalkulasi melalui survei Bank Indonesia itu dianggap sebagai salah satu barometer terpenting untuk membaca perilaku konsumen.
Indeks disebut optimistik jika angkanya di atas 100. Artinya, konsumen akan lebih banyak melakukan spending. Sebaliknya, pesimistik (di bawah 100), yang berarti konsumen bakal lebih hati-hati dalam membelanjakan uang.
Selama dua tahun terakhir, IKK naik turun seiring dengan gawat tidaknya penyebaran Covid-19. Pada April 2020, sebulan setelah status pandemi diumumkan Badan Kesehatan Dunia (WHO), indeks langsung ambrol dari semula 113,8 menjadi 84,8.
Sebulan kemudian, indeks masih melorot, tapi kemudian perlahan-lahan merayap naik, meski tetap berada dalam kubangan pesimistik hingga akhir tahun.
Awal 2021, seiring dengan melandainya tingkat penularan Covid, indeks naik ke zona optimistik, sebelum kembali terbenam ketika varian Delta merajalela dan merenggut banyak korban, pada Juli 2021.
Jika dirinci, penurunan IKK dalam sebulan terakhir lebih banyak didorong oleh pelemahan indeks penghasilan saat ini dan ekspektasi pada ketersediaan lapangan kerja. Penurunan indeks penghasilan terutama terjadi pada kelompok kelas menengah, dengan penghasilan antara Rp 4,1 juta sampai Rp 5 juta per bulan.