Jumlah rumah tangga yang belum memiliki rumah bertahan di angka 14 juta, walaupun subsidi untuk konsumen dan pengembang terus mengalir. Inilah potret backlog perumahan dan aliran subsidinya.
Ringkasan Eksekutif
- Data Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkapkan, jumlah rumah tangga yang belum punya rumah dalam lima tahun terakhir mencapai belasan juta. Istilahnya, mereka tidak tinggal di rumah milik sendiri. Jadi bisa kontrakan, rumah orang tua, atau menumpang dengan keluarga lainnya. Pada 2021 misalnya, ada 14,3 juta rumah tangga yang tidak tinggal di rumah sendiri. Jumlah itu setara dengan 18,9% dari total rumah tangga di Indonesia yang sekitar 75,6 juta.
- Tingkat kredit bermasalah KPR cenderung stabil di posisi 2,9%, walaupun NPL secara keseluruhan kredit sudah 3,3% pada April 2022. Namun perbankan justru terus mengerek suku bunga kredit pemilikan rumah (KPR). Jika pada Januari 2022 posisinya 7,3%, sejak April sudah 8,8%. Trennya terus naik sejak Juni tahun lalu.
- Bagi masyarakat Indonesia, rumah tapak masih menjadi idaman. Kecenderungan itu terlihat dari penyerapan terbesar kredit properti yang tersalurkan, porsi untuk rumah tapak pada April 2022 mencapai 87,4% atau senilai Rp685,6 triliun. Rumah tapak yang paling laris adalah tipe 22-70 meter persegi (m2). Porsinya 54,2% dari total penyaluran kredit perbankan untuk rumah tapak.
- Pemerintah telah menyediakan berbagai fasilitas kepemilikan rumah. Sedikitnya ada tujuh fasilitas yang bertujuan memberikan keringanan kepada masyarakat berpenghasilan rendah agar memiliki kediaman. Bahkan dana yang dianggarkan setiap tahun tidak hanya untuk konsumen, tetapi juga dinikmati oleh pengembang. Fasilitas bantuan dana pun disediakan untuk pembangunan rumah yang bersifat swadaya oleh masyarakat.
- Rumah tangga yang belum tinggal di rumah sendiri tersebar di seluruh provinsi di Indonesia, kecuali provinsi yang baru lahir pada tahun ini. Dari sisi persentase terhadap jumlah penduduk, yang terbanyak bermukim di DKI Jakarta. Sedangkan yang paling sedikit ada di Jawa Tengah.
- Dalam kelompok 10 besar provinsi dengan kemampuan belanja tertinggi, termasuk untuk perumahan, Sulawesi Selatan ada di urutan paling bawah. Rata-rata pengeluaran setiap warga di provinsi tersebut sekitar Rp2,1 juta per bulan. Namun rata-rata pendapatannya mencapai Rp4,8 juta per bulan atau sekitar 4,1 kali dari pengeluaran.