JAKARTA – Sektor pertambangan dan penggalian yang selama ini menjadi penopang utama perekonomian Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) bakal makin sulit dijadikan andalan. Apa alternatifnya?
Sedikitnya ada tiga alasan sektor pertambangan, khususnya batu bara, akan memasuki masa kelam. Pertama, tren pengembangan ekonomi ke depan yang mengusung ramah lingkungan. Kedua, pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) yang terletak di Kaltim memiliki tema besar pembangunan hijau. Ketiga, pembangkit listrik ke depan akan fokus pada energi baru dan terbarukan.
Hingga saat ini, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, kontribusi sektor pertambangan dan penggalian terhadap perekonomian Kaltim pada 2021 masih sangat dominan, yaitu sekitar 45,1%. Sisanya, terutama industri pengolahan dengan kontribusi 17,8%.
Persoalannya, komoditas andalan yang menghidupi industri pengolahan adalah industri batu bara dan pengilangan migas yang berkontribusi 55,3% terhadap industri pengolahan Kaltim. Ketika kinerja industri penyokong tersebut sedang layu, sektor pengolahan pun sepi aktivitas.
Jika melihat data Inter-Regional Input-Output (IRIO) 2016, versi terakhir yang dikeluarkan BPS, dari 52 sektor usaha yang dianalisis, ada 10 sektor yang memiliki potensi besar. Pangsa pasarnya di Kaltim mencapai Rp97 triliun, namun yang baru bisa dipenuhi hanya sekitar 32%, sehingga ada defisit yang cukup besar lantaran harus didatangkan dari wilayah lain.
10 sektor penyumbang defisit terbesar tersebut, antara lain industri mesin dan perlengkapan yang defisitnya sekitar Rp29 triliun. Anda berminat?