JAKARTA — Dari 10 tenaga kerja Indonesia saat ini, hanya satu yang lulus perguruan tinggi (diploma atau sarjana). Sisanya, empat orang lulus SD atau tak pernah sekolah, dua lulus SMP, dan tiga lulus SMA atau sederajat.
Komposisi ini hanya sedikit lebih baik dari posisi seperempat abad lalu. Pada 1997, hanya 0,5 yang lulus perguruan tinggi. Sisanya, sekitar 6,5 lulus SD ke bawah, serta masing-masing 1,5 orang lulus SMP dan SMA.
Tingkat keahlian tenaga kerja kerap kali diukur dari tingkat pendidikannya. Lulusan perguruan tinggi dianggap memiliki kemampuan untuk mengerjakan tugas-tugas yang lebih kompleks dari sekadar pekerjaan rutin. Untuk itu, umumnya mereka mendapatkan upah yang lebih besar.
Sebaliknya tenaga kerja tak terampil hanya mengisi segmen pekerjaan yang tidak menuntut pendidikan atau pengalaman khusus. Keahlian dan pengetahuannya terbatas. Upahnya juga rendah.
Pemerintah dan dunia usaha perlu bersama-sama mendongkrak kualitas tenaga kerja. Mereka yang berpendidikan rendah bisa meningkatkan keahlian dengan pelatihan dan pengalaman kerja.
Praktik magang, seperti banyak dilakukan dunia industri di Jerman, merupakan salah satu “jalan pintas” untuk mencetak tenaga kerja terampil. Begitu pula dengan pengadaan sekolah vokasional untuk mencetak lebih banyak tenaga kerja dengan keterampilan khusus.