Ringkasan Eksekutif
Dari berbagai komponen PDB pengeluaran, konsumsi rumah tangga merupakan tulang punggung yang menyangga perekonomian Indonesia. Setidaknya dalam 10 tahun terakhir. Ketika konsumsi rumah tangga merosot, merosot pula pertumbuhan ekonomi Indonesia, seperti yang terjadi kala pandemi Covid-19 melanda pada 2020-2021.
Indonesia termasuk negara yang pemulihan pertumbuhan ekonominya lebih cepat. Pada kuartal II-2021, ketika ekspor/impor dan investasi masih tiarap, kontribusi konsumsi rumah tangga yang tumbuh 6,0% menjadi mendorong kinerja perekonomian nasional, sehingga tumbuh 7,1%. Namun, gelombang dua pandemi sempat membuat pertumbuhan ekonomi kembali melambat.
Datanesia memetakan 34 provinsi dengan kontribusi konsumsi rumah tangga terhadap PDB tertinggi secara rata-rata dalam 10 tahun terakhir. Hasilnya: Nusa Tenggara Timur (73,4%), Maluku (69,3), dan DI Yogyakarta (66,6%) di tiga peringkat teratas. Lalu disusul oleh Nusa Tenggara Barat (66,2%) dan Sumatera Selatan (66,1%) dan Jawa Barat (64,9%). Adapun empat peringkat terakhir ada Bengkulu, Gorontalo, Jawa Tengah dan Lampung ada di urutan teratas.
Ciri khas yang tampak dari provinsi-provinsi dengan tingkat konsumsi rumah tangga tertinggi, secara umum memiliki neraca perdagangan yang defisit. Dari 10 provinsi yang masuk dalam daftar hanya tiga yang surplus. Ini berarti ada lebih banyak barang dan jasa yang masuk ke provinsi-provinsi tersebut ketimbang barang dan jasa yang keluar.
Pada 10 provinsi dengan konsumsi rumah tangga tertinggi, sektor pertanian dan perdagangan menjadi tulang punggung yang berkontribusi besar terhadap PDRB dari sektoral. Sebanyak 8 provinsi, bergantung PDRB-nya terhadap kedua sektor ini. Namun bila ditelisik lebih detail, porsi PDRB yang lebih besar justru pada sektor pertanian.
Untuk kondisi eknomi, hanya DI Yogyakarta yang sedikit lebih sejahtera dibandingkan provinsi lainnya. Lewat indikator rata-rata pengeluaran per kapita per bulan dan proporsi pengeluaran non makanan, provinsi DI Yogyakarta di atas rata-rata 34 provinsi. Namun untuk rata-rata tabungan per kapita, provinsi tersebut masih lebih rendah dari rata-rata nasional.
Kemiskinan yang tinggi dan pengangguran rendah menjadi ciri lain dari provinsi-provinsi dengan konsumsi rumah tangga tertinggi. Kecuali Jawa Barat, semua provinsi dalam daftar ini memiliki tingkat kemiskinan yang lebih tinggi dari rata-rata nasional. Kemudian, kecuali DI Yogyakarta dan Jawa Barat, lebih dari separuh provinsi yang masuk dalam daftar provinsi dengan konsumsi rumah tangga terbesar memliki rata-rata lama sekolah dan usia harapan hidup yang lebih rendah dari ratarata nasional.
Investasi terbesar di 10 provinsi dengan konsumsi tertinggi ada di sektor tersier, terutama untuk listrik, gas dan air. Kemudian ada sektor pertambangan yang menarik minat asing. Di dalam negeri, sektor transportasi, gudang dan telekomunikasi menjadi sektor kedua yang paling diminati.